Sangkring Art | 10th Sangkring Art: Terus Mencipta dan Merekah
21447
post-template-default,single,single-post,postid-21447,single-format-standard,ajax_updown_fade,page_not_loaded,,select-theme-ver-3.4,stockholm-kudaterbang-net,wpb-js-composer js-comp-ver-4.12.1,vc_responsive,elementor-default,elementor-kit-22345

10th Sangkring Art: Terus Mencipta dan Merekah

27072_1274309418464_1143129_n

Proses Pembangunan Sangkring Art Space

Ada puluhan galeri seni di Yogyakarta. Dari puluhan itu, masing-masing punya karakteristiknya sendiri. Misalnya galeri A hanya akrab untuk seniman-seniman dengan nama besar, galeri B cenderung mengakomodir wacana seni tertentu, galeri C akrab dengan anak muda, dan entah banyak lagi karakter lainnya. Jika anda pelancong atau pegiat seni, anda harus paham dulu karakter-karakter ini jika ingin datang ke galeri yang sesuai selera. Namun alih-alih membatasi diri pada publik dan pegiat seni tertentu, Sangkring Art mencoba merangkum berbagai karakter tersebut dalam satu ruang, tanpa kemudian kehilangan identitasnya.

Dibangun oleh Putu Sutawijaya, pelukis asal pulau Dewata pada 31 Mei 2007 lalu, Sangkring Art kini kian memantapkan keberadaannya. Keberadaannya di Nitiprayan juga turut mempengaruhi citra daerah ini sebagai ‘kampung seniman’. Diisi oleh rumah seniman, studio, kantor maupun galeri seni yang menyebar, kampung ini seolah jadi kawasan edgy baru di Yogyakarta. Sangkring Art yang sudah diakui jadi salah satu galeri seni kontemporer yang mapan jadi salah satu bangunan mencolok di kawasan ini. Nama Sangkring sendiri diambil dari leluhur Putu Sutawijaya, dengan pertimbangan bahwa nama ini dapat menjadi spirit untuk mempertautkan diri dengan masa lalu dan motivasi untuk melangkah dalam medan seni rupa. Dengan makin banyaknya ruang dan programnya kini, Sangkring makin terbuka dengan berbagai macam eksperimentasi dan eksplorasi seni dari berbagai pegiat. Ibarat kata, di ruang ini, yang tua dihormati, yang muda dihargai, yang pinggiran dibela, dan yang alternatif diberi kesempatan. Sangkring menyadari sepenuhnya bahwa ruang seni sebagai ruang berbagi dan solidaritas masih sangat dibutuhkan di negeri ini.

Pameran di Lantai Atas Sangkring Art Space

Pameran di Lantai Atas Sangkring Art Space

Dalam satu dekade kini, perkembangan dan inovasi program serta bangunan terus dilakukan. Dengan lebih dari 55 judul pameran telah dilaksanakan di sini, Sangkring bisa dibilang sangat establish dalam mengelola beragam acara seni. Dengan spiritnya tadi, Sangkring tentu membutuhkan ruang-ruang untuk mengakomodasi beragamnya ide dan bentuk kesenian. Untuk itu, tak hanya secara program, Putu Sutawijaya dan tim Sangkring juga membangun ruang-ruang baru. Jika dulu di awal berdirinya Sangkring Art Space hanya punya satu galeri, sekarang ini area pameran Sangkring mencapai lebih dari 500 m2.

Berkunjung ke Sangking, di bagian depan terdapat Sangkring Art Space, anda akan menemui galeri white cube ala galeri seni New York –beberapa media menyebutnya begitu. Terdiri dari dua lantai, ruang ini mengakomodasi pameran seni konvensional oleh seniman-seniman representatif. Ruang tertutup bercat putih polos dengan lantai kayu dan pencahayaan artificial yang mumpuni mampu menonjolkan kontras antara karya dan ruang. Di ruang ini berbagai pameran berskala besar pernah diadakan. Salah satunya adalah pameran yang diadakan di bawah Kementrian Luar Negeri Italia, yang berjudul “Doppio Sogno dell’Arte – 2RC Tra Artista e Artefice” pada 2010 lalu. Pameran yang hanya diselenggarakan di 3 kota di Indonesia ini memamerkan 145 karya dari seniman-seniman grafis dunia seperti Francis Bacon, Sam Francis, Helen Frankenthaler, Nancy Graves, Henry Moore, Louise Nevelson, Victor Pasmore, George Segal, dan Graham Sutherland. Karya-karya mereka ini turut membentuk linimasa seni rupa internasional. Selain itu, nama-nama besar seperti Nasirun, Jumaldi Alfi, Pupuk Daru Purnomo dan lain-lain juga pernah menggelar pameran tunggal di sini. Pameran tunggal Nasirun tahun 2009 yang berjudul “Salam Bekti” bahkan mendapat sorotan media cukup besar kala itu.

Bekerja Sama dengan Kedutaan Italia, Memamerkan Karya-karya seniman Avant Garde

Bekerja Sama dengan Kedutaan Italia, Memamerkan Karya-karya seniman Avant Garde

Presentasi: Enin Supriyanto

Presentasi: Enin Supriyanto

Pameran Doppio Sogno dell’Arte – 2RC Tra Artista e Artefice

Pameran Doppio Sogno dell’Arte – 2RC Tra Artista e Artefice

Peristiwa Sebuah Kelas, Proyek oleh Grace Samboh

Peristiwa Sebuah Kelas, Proyek oleh Grace Samboh

Melewati lorong menuju ke belakang anda akan menemui area luas dengan beberapa gedung. Secara berurutan, Putu Sutawijaya dan Jenni Vi Mee Yei juga membangun Sangkring Art Project dan Bale Banjar sebagai galeri pamer. Sangkring Art Project menempati lantai dua bangunan di tengah area terbuka Sangkring. Ruang ini mengedepankan laku proyek seni eksperimental seniman dari berbagai latar belakang, termasuk usia dan disiplin ilmu. Sangkring Art Project diresmikan pada 18 Maret 2011 dan didesain sebagai ruang yang lebih ramah dan terbuka untuk berbagai kemungkinan kolaborasi lintas disiplin ilmu. Gelaran yang ada di Sangkring Art Project juga tidak melulu berupa pameran, tapi juga berbentuk pertunjukan seni, kolaborasi, presentasi seni dan lain-lain. Salah satu program reguler Sangkring, Adu Domba diadakan di ruangan ini. Program ini mempertemukan dua seniman untuk membahas satu wacana, yang pada saat pembukaan pameran biasanya juga melibatkan pertunjukan atau bentuk seni lain.

Dialog bersama Goenawan Mohamad di Sangkring Art Project

Dialog bersama Goenawan Mohamad di Sangkring Art Project

Program Adu Domba Perdana

Program Adu Domba Perdana

Ruang galeri ketiga dan terbaru adalah Bale Banjar Sangkring. Galeri ini diadaptasi dari spirit lokal masyarakat Bali yang dibawa Putu Sutawijaya bersama Nyoman Adiana dan dimaksudkan sebagai public space di Sangkring Art. Sebuah ruang temu yang bisa diakses siapa aja, ruang dialog pegiat seni yang membuka kemungkinan terhadap segala sesuatu. Spirit edukatif Sangkring juga terwujud dalam desain ruang kelas Bale Banjar yang punya sekat-sekat terbuka, bukan untuk membeda-bedakan, tapi justru untuk tetap memberikan ruang untuk menghargai perbedaan dalam satu ruang yang sama. Ruang ini memungkinkan untuk pameran kolektif, lokakarya, pertunjukan seni dan kegiatan lain. Pameran “6 in 1” yang digelar akhir bulan lalu oleh 6 perupa angkatan 1991 mewujudkan spirit ini. Mereka adalah Putu Sutawijaya, Bunga Jeruk, Feintje Likawati, Bob Sick, Anggar Prasetyo dan Yustoni Volunteroo. Mereka membuat pameran tunggal kolektif di masing-masing ruang di Bale Banjar. Dipisahkan sekat-sekat terbuka, mereka tetap bisa memunculkan karakteristik masing-masing sekaligus merepresentasikan gaya seni rupa angkatan mereka.

Pameran 6 in 1 di Bale Banjar Sangkring, Memberi Tanda Hormat Kepada Subroto SM

Pameran 6 in 1 di Bale Banjar Sangkring, Memberi Tanda Hormat Kepada Subroto SM

The Gift; Gelaran 10 Tahun Sangkring

The Gift; Gelaran 10 Tahun Sangkring

Bale Banjar sekaligus menjadi tempat diselenggarakannya program tahunan Sangkring Art, yaitu Yogya Annual Art dan Biennale Perupa Muda. Event tahunan ini diadakan Sangkring Art Space secara rutin untuk merangkul seniman dari berbagai kalangan, memunculkan nama-nama baru, untuk menyegarkan wacana di meda seni rupa maupun pasar seni rupa sendiri. Sedangkan wacana kesenian yang bergulir di ruang Sangkring Art Space dikelola oleh Dewan Sangkring; Kris Budiman, Samuel Indratma, Yuswantoro Adi dan Putu Sutawijaya. Mereka ini lah yang juga mengatur program-program internal yang diadakan Sangkring. Dewan yang terdiri dari beberapa seniman senior ini secara tidak langsung juga telah membentuk medan seni rupa sendiri di lingkungan Sangkring Art, kolega, dan publik yang lebih luas. Bagaimana Sangkring mengelola ruangnya secara mandiri pun juga turut mempengaruhi wacana yang dibentuk. Sebagai ruang seni, Sangkring tak seperti kebanyakan galeri atau ruang lain yang mendapat suntikan dana dari lembaga tertentu. Sangkring adalah institusi mandiri, yang menghidupi ruang dari usaha-usaha internalnya sendiri. Hal ini juga menjamin independensi wacana yang dilahirkan Sangkring sebagai sebuah ruang seni.

Sajian Musik bersama Warning Magazine

Sajian Musik bersama Warning Magazine

Beberapa komunitas juga turut memberi warna, baik menjadikan Sangkring sebagai lokasi bertemu dan berbincang sekaligus menampilkan program dan pertunjukan. Tempat inilah yang mencatat beberapa peristiwa lewat aktivitas kawan-kawan Bol Brutu, Folk Mataraman Institut hingga yang paling hangat BARDI. Selain itu, Sangkring sebagai sebuah ruang menyatakan makin terbuka terhadap program-program yang berasal dari pihak luar. Sangkring juga tak menutup diri pada program kesenian saja. Fasilitas lain yang ada di Sangkring Art selain ruang-ruang galeri pamer, seperti Sangkring Stockroom; Library n Artshop, Home Stay dan Warung Sangkring, area outdoor dan Studio Rekaman juga bisa dimanfaatkan untuk membuat event tertentu. Beberapa waktu lalu, kolektif WARN!NGMAGZ mengajak Sangkring berkolaborasi mengadakan acara musik dan pameran ilustrasi berbasis pada karya musik. Acara berlangsung meriah dan didominasi oleh anak-anak muda. Atmosfir menyegarkan seperti ini yang ingin dicapai oleh Sangkring kedepannya sebagai ruang seni. Ruang yang terbuka bagi siapapun yang punya karya dan mau maju dengan pemikirannya. Kesempatan lain juga pernah diisi oleh Community binaan Go A Head People yang mengakomodir para pengjkarya muda dengan semangat yang lebih Pop.

Di tahun kesepuluhnya ini, Sangkring Art makin membangun dirinya sebagai sebuah ekosistem seni dan ruang kreatif yang lengkap dan suportif. Sebab hanya di ekosistem semacam itulah akan lahir sosok-sosok baru dengan karya dan pemikiran yang patut mendapat tempat dalam sejarah. (Titah AW & Huhum Hambilly)

Mari Berbagi