Sangkring Art | [Exhibition] Yogya Annual Art #7 “Flow”
22176
post-template-default,single,single-post,postid-22176,single-format-standard,ajax_updown_fade,page_not_loaded,,select-theme-ver-3.4,stockholm-kudaterbang-net,wpb-js-composer js-comp-ver-4.12.1,vc_responsive,elementor-default,elementor-kit-22345

[Exhibition] Yogya Annual Art #7 “Flow”

― The act of living is the act of flowing (Masaru Emoto).
Kreativitas dapat digambarkan sebagai flow. Ia serupa air yang mengalir. Capaian atasnya dapat dilakoni bukan dalam kondisi hidup nyaman, berleha-leha, atau enak-enakan, melainkan dalam sebuah tensi dan intensitas. Sebab aktivitas estetis selalu melibatkan tantangan kreativitas yang tidak mudah. Hanya melalui tegangan dan keintensifan, perhatian seorang seniman dapat sepenuhnya “terserap” ― suatu kondisi yang dalam perspektif psikologi disebut sebagai pengalaman-mengalir (flow-experience). Pada fase inilah proses kreatif seorang seniman betul-betul mengalir.
Dengan kodratnya yang mengalir, merujuk kepada Carl G. Jung, air merupakan salah sebuah arketipe atau simbol arkais universal. Ketika filsuf Heraclitus merumuskan adagiumnya, panta rhei (segalanya mengalir, berubah), dia tentu sembari membayangkan kehidupan seperti air atau sungai yang tidak pernah tetap. Agaknya, begitu pun Sunan Kalijaga ketika merenungkan problem yang sama: anglaras ilining banyu, angeli nanging ora keli (selaras dengan aliran air, mengalir tetapi tidak hanyut). Air dengan kodrat dasarnya yang mengalir adalah simbol pokok kehidupan.
Walau demikian, flow itu sendiri menyisakan ambiguitas. Ia bisa ditafsirkan sebagai ‘mengalir’ atau ‘aliran’. Dalam rentang tafsiriah ini ― tegangan di antara kata kerja dan kata benda, dinamika (proses) dan statika (keadaan) ― dapat kita cermati sebagian besar karya dalam YAA #7. Secara langsung Irwandi, Pupuk DP, dan Iabadiou Piko mengajak kita ke dalam citra-citra tentang perubahan lewat metafora mengalir yang parodik, meleleh, atau bergelombang. Kana Fuddy Prakoso dan Taufik Ermas demikian pula, namun melalui presipitasi dan osmosis. Dian Anggraeni menambahkan intensitas metaforis dengan perahu, rentang tangan serupa cakrawala, dan keluasan langit. Agus Baqul Purnomo dan Riduan menyentuh ranah yang sama, namun secara tidak langsung, melalui pantulan (refleksi). Proses dinamis ini dihampiri pula oleh Katirin, Joni Ramlan, Suharmanto, Elka Alva Chandra, dst. Oscar Motuloh dan Dipo Andy sekaligus menambahkan dimensi makna ironis ketika flow menjelma wolf, bagi yang pertama, dan keceriwisan media sosial, bagi yang kedua. menyentuh ranah yang sama, namun secara tidak langsung, melalui pantulan (refleksi). Proses dinamis ini dihampiri pula oleh Katirin, Joni Ramlan, Suharmanto, Elka Alva Chandra, dst. Oscar Motuloh dan Dipo Andy sekaligus menambahkan dimensi makna ironis ketika flow menjelma wolf, bagi yang pertama, dan keceriwisan media sosial, bagi yang kedua.
Secara intermedia Soni Irawan menerjemahkan bunyi-bunyi musikal, yang niscaya mengalir, ke dalam jejak-jejak visual, khususnya paralelisme dan repetisi. Sementara lingkup ungkap perupa yang lain menjangkau jejak-jejak aliran. Citra Sasmita dan Ayu Rika merunut jejak itu ke dalam fase-fase kritis daur-hidup manusia. Laila Tifah memosisikan sungai sebagai metafora kehilangan. Beatrix Hendriani menyikapi dinamika datang-perginya peristiwa. Hari Budiono menangkap momentum singkat di jalanan yang mengingatkan pada fenomena puisi mbeling yang sarat humor, sedangkan Raka Hadi permadi sebuah momen doa yang khusuk mengalir. Nindityo Adipurnomo, dalam sebuah mediated performance, masker-masker jumbo, rudal-rudal, dan ranting, memberikan respons ketubuhan atas gejolak konfliktual dalam konteks ekonomi-politik global semasa pandemi. Dan, tentu saja, Nyoman Erawan melalui special project-nya bakal menyerap kita secara total, memasuki proses ritual purifikasi pengurip gumi, untuk memulihkan kesucian dan keselarasan kosmik.
Jikalau ada satu titik fokal yang hendak dikedepankan lewat pilihan tematik ini, ia adalah impermanensi. Segalanya mengalir, mulai dari energi, cahaya, ruang-waktu, hingga sejarah, kesadaran, bahkan non-aksi dalam filsafat Tao ― pendeknya, sejak dari fisika sampai dengan metafisika. Betapa gagasan-gagasan dan imajinasi kita mengenai segenap sisi kehidupan niscaya bergerak! Ad infinitum (cf. Danni Febriana). Tiada yang tetap, bahkan pandemi sekalipun. Keep on flowing! (Kris Budiman)

Mari Berbagi