Mobilitas Tourism by I Gede Oka Astawa @ SAP
Exhibition : Mobilitas Tourism
Artist : I Gede Oka Astawa
Opening ceremonial : Selasa, 6 Oktober 2015
Opening by : Mikke Susanto
Organizer by : Oka Art Peoject 2015
Mobilitas Taourism
Citra popular tentang Bali “tradisional” sebagai “sorga terakhir” telah dilanggengkan dan dieksploitasi oleh sederet pemerintah, baik Belanda maupun Indonesia, dan oleh partai-partai dan para pemimpin politik yang berkepentingan atau menciptakan “tradisi” yang sepenuhnya baru dan lebih sesuai dengan kepentingan pribadi, politik atau kelas mereka. Citra ini digenjot oleh industri pariwisata multijutaan-dollar, yang menemukan skema yang menguntungkan dalam “tradisi” Bali.
Bali menjadi etalase dan daerah percontohan pembangunan pariwisata di Indonesia. Karena itulah rezim Orde Baru yang berkepentingan untuk mendatangkan investor ke Indonesia memanfaatkan Bali sebagai daya tarik dengan industri pariwisatanya.
Pariwisata budaya dalam konteks Bali diartikan sebagai pengembangan pariwisata yang sedemikian rupa sehingga wisatawan dapat menikmati kebudayaan Bali, seperti menyaksikan tari-tarian Bali, mengunjungi ojek budaya, atau membeli cinderamata khas Bali, tetapi pada saat yang sama juga berasil melakukan konservasi terhadap kebudayaan Bali dari pengaruh pariwisata. Dengan kata lain, pengembangan pariwisata Bali harus mengakomodasi dua sisi yang bertentangan pada saat yang sama, yaitu menggunakan kebudayaan sebagai daya tarik utama untuk mengundang wisatawan, dan pada saat yang sama juga melindungi kebudayaan dari pengaruh pariwisata.
Operasi kekuasaan dalam memanfaatkan “kebudayaan bali” sebagai nilai berharga menghasilkan sebuah kesan menjadikan Bali sebagai “museum hidup seni dan kebudayaan” dengan gincu dan pemanis bernama industri pariwisata yang menjanjikan kehidupan glamour pada rakyat Bali. Rezim Orde Baru dengan bujuk rayunya itu masuk dalam operasi kuasa disetiap jengkal kehidupan rakyat Bali yang paling privat. Operasi kekuasaan itu hadir lewat agensi manusia-manusia Orde Baru lewat desa adat bahkan keluarga.
Berbagai sendi kehidupan masyarakat di kesenian dan kebudayaan “diarahkan” oleh sang kuasa untuk mendukung pariwisata. Daya tarik kebudayaan bagi masyarakat Bali adalah modal yang harus dimanfaatkan untuk mengeruk gemerincing dollar dari para toris. Tidak salah memang, pembangunan dan pariwisata memang menjadi duet yang manis dan menjanjikan saat konsolidasi kekuasaan Orde Baru sampai dengan saat ini.