Sangkring Art | Samuel Indratma Gelar Pameran Tunggal “Wayang Los Stang” di Sangkring Art Project
21477
post-template-default,single,single-post,postid-21477,single-format-standard,ajax_updown_fade,page_not_loaded,,select-theme-ver-3.4,stockholm-kudaterbang-net,wpb-js-composer js-comp-ver-4.12.1,vc_responsive,elementor-default,elementor-kit-22345

Samuel Indratma Gelar Pameran Tunggal “Wayang Los Stang” di Sangkring Art Project

22814021_1512489068834547_7779589614035834867_n

Selama kurang lebih 3 tahun terakhir, perupa Samuel Indratma intens dalam menggeluti wayang. Berbagai karya terkait wayang telah ia kerjakan, dari drawing, lukisan, batik, wayang kulit, instalasi, gerabah hingga pertunjukan. Samuel Indratma, perupa kelahiran Gombong, Jawa Tengah, 46 tahun silam adalah sosok yang hingga kini masih bergelora dan antusias di setiap aktivitas seni yang ia jalani. Seperti bisa dijumpai di beberapa kesempatan terakhir yang posisinya ibarat konsultan seni. Berbagai ide, strategi dan sarannya teraktualkan lewat bermacam presentasi kesenian yang digelar di berbagai ruang, dari Sangkring Art, Plataran Djoko Pekik hingga Museum Nasirun.

Dimulai dari bulan Oktober, ia menambah kesibukan secara berkala, sekali dalam seminggu, dengan mengajar ekstrakurikuler seni di SMA Stella Duce,Yogyakarta. Sementara hasrat sosialnya tahun ini kerap terlimpahkan bersama kelompok Bardi (Bantul Art District) yang secara umum hendak menawarkan ekosistem seni yang intim dengan mengetengahkan eksperimen sebagai metode.

Pada 3 November 2017, di Galeri Sangkring Art Project, Nitiprayan, Yogyakarta, Samuel bermaksud menggelar pameran tunggal bertajuk “Wayang Los Stang Samuel Indratma”. Judul pameran tersebut masih terkait konsep seni yang ditawarkan Samuel Indratma, yaitu Los Stang (Tanpa Pegangan), menurutnya seni dibiarkan bebas mengalir tanpa memikirkan rumus-rumus serta aturan-aturan yang mengikat dunia seni rupa. Budayawan Sindhunata pernah melengkapi pernyataan Seni Los Stang dengan, “Biarlah seni mengalir dengan sendirinya, sang seniman tinggal mengikuti hati nuraninya dalam berkarya.” Tulisnya.

“Wayang Los Stang” setidaknya menandai pengkaryaan Samuel yang sangat pribadi, juga dalam kesempatan ini dihadirkan format atau semacam sub-judul, yaitu “Single Parent Exhibition” yang mengacu pada statusnya sebagai seorang duda. Diungkapkan oleh Samuel, “Pameran ini merupakan kesempatan melayani diri sendiri, ini saatnya egois”  ungkapnya di tengah kesibukan menyelesaikan karya. Sejauh ini publik mengenal sosok Samuel Indratma identik dengan kelompok dan presentasi karya kolektif. Pencapaian-pencapaian karirnya yang cukup monumental banyak ia dapat bersama regunya. Seperti contoh ketika ia bersama Apotik Komik menggarap proyek “Sama Sama”, “Mural Rasa Joga”, “Sign Art Project”, dll. Begitu juga bersama Jogja Mural Forum, Biennale Jogja-Jogja Jamming, hingga belum lama Folk Mataraman Institute, di mana kerap membuahkan gerakan-gerakan dan menular di komunitasnya.

Alit Ambara, desainer dan aktivis, berkesempatan menuliskan pameran Samuel, ia menyampaikan, “Pada Wayang Los Stang perwujudan dan mewujud adalah tindakan paralel yang berkesinambungan tanpa jeda.” Alit menyebutnya sebagai laku seni, menurutnya, unsur-unsur laku seni tersebut mudah dipahami namun sulit dilaksanakan, maka perlu dibutuhkan keikhlasan yang maksimal dan tak terpernamai bagi pelakunya. “Pada intinya wayang Los Stang adalah manifestasi dari ke-los-stangan itu sendiri yang merupakan puncak dari segala ikhtiar berkesenian dewasa ini.”, tambah Alit.

Secara lebih khusus Samuel Indratma menyampaikan, “Pameran Los Stang kali ini aku persembahkan untuk dua anak perempuanku, Ilen Atine Gusti dan Nyala Aurane Gusti”. Beragam karya wayang bakal dipamerkan, tema dan ketokohan figur-figur wayang banyak diinspirasi dari aktivitas sehari-hari Samuel bersama anak-anaknya. Pameran akan dibuka pada 3 November 2017, mulai jam 19.00, dengan menampilkan performance musik eksperimen Ikhlas Experience.

Mari Berbagi