Sangkring Art | 3 Solo Exhibition by Desrat Fianda | Wahyu Wiedyardini | Taufik Ermas @ SAP
1104
post-template-default,single,single-post,postid-1104,single-format-standard,ajax_updown_fade,page_not_loaded,,select-theme-ver-3.4,stockholm-kudaterbang-net,wpb-js-composer js-comp-ver-4.12.1,vc_responsive,elementor-default,elementor-kit-22345

3 Solo Exhibition by Desrat Fianda | Wahyu Wiedyardini | Taufik Ermas @ SAP

3 Solo Exhibition

Desrat Fianda | Wahyu Wiedyardini I Taufik Ermas

 

Opening : Monday, April 20th 2015  7.30 Pm

Curator by:

Sujud Dartanto
Exhibition will be held until : April 27th 2015

 

3 Solo Show: Desrat Fianda, Taufik Ermas, Wahyu Wiedyardini

Pameran ini adalah proyek seni dari tiga perupa muda: Desrat Fianda, Taufik Ermas, dan Wahyu Wiedyardini (Adin). Sejumlah objek karya, dua dan tiga dimensi, dari media kanvas, resin, hingga batu dihadirkan dengan berbagai ukuran dan bentuk. Seluruh karya ini sebagian besar merupakan karya baru dan beberapa diantaranya ditampilkan kembali sebagai bagian dari praktik tinjauan.Diruang Sangkring Art Space ini karya-karya mereka menempati tiga area pemajangan yang melambangkan tiga penanda pameran tunggal mereka.Konsep tiga pameran tunggal ini memang disengaja sebagai cara pameran ini ingin membingkai dirinya dengan tujuan audiens dapat melihat dan menikmati karya-karya dari tiga perupa yang kebetulan dari angkatan yang sama saat mereka studi di FSR ISI Yogyakarta.

Anda bebas untuk bisa melihat dan menikmatinya dengan utuh ketiga  presentasi pameran tunggal dari tiga perupa dalam pameran ini tanpa harus merasa dibatasi oleh area pemajangan masing-masing karya perupa ini. Pameran juga bukan sebuah pameran yang final, namun merupakan bagian dari serangkaian proyek yang intens mereka lakukan beberapa tahun terakhir. Saya mengajak Anda untuk menyelami karya-karya mereka lebihdekat dan intens, mengarungi bahasa simbolik dari karya-karya mereka yang dihadirkan dengan ungkapan personal mereka atas tema yang mereka eksplorasi masing-masing.

Masing-masing berupa menyelami dan memahami berbagai pengalaman ‘aku dengan dunia luar’ dan ‘aku dengan dunia dalam’. Pokok aku dengan dunia luar mengisyaratkan hubungan aku dengan kehidupan yang berjalan dengan berbagai waktu, pengalaman dengan ruang, dan berbagai jenis bentuk kekuatan yang membentuk narasi. Pokok aku dengan dunia dalam menggambarkan bagaimana setiap individu terlibat dengan berbagai jenis dan bentuk cara memahami dan menghayati dunia luarnya dengan segenap kepekaannya. Simbol-simbol dalam karya-karya pameran ini sebagian besar berfungsi sebagai jejak atas narasi tentang berbagai sejarah, memori, dan eksplorasi mereka dalam menciptakan lambang-lambang.

Desrat, melalui tema ‘Malin Kundang – Portraits of a Missing Man’ menghadirkan karya yang menunjukkan praktik mengulang gambar tokoh Syamsudin (kakeknya sendiri), tokoh masyarakat dari Sumatera Barat, dimana ia adalah korban dari gerakan PRRI Permesta 1958. Ia adalah satu dari kurang lebih 1000 orang yang dicatat hilang dalamgerakan itu. Dengan media kertas dan simbol buku batu dengan goresan tema pamerannya, Desrat menghadirkan spektrum emosi, tafsir, melalui cara melukis dengan intens kakeknya dengan teknik aquarel, dan buku batu sebagai sebuah cara untuk mengabadikan sesuatu yang masih menyimpan misteri. Karya-karya ini dikerjakannya sejak 2014. Kita bisa merasakan melalui ekspresi ditiap-tiap lukisannya, dengan memperhatikan komposisi warna, torehan kuas, dan berbagai komposisi-komposisi yang berbeda, satu dengan lainnya.

Komposisi-komposisi ini adalah medan bahasa sendiri yang menarik untuk kita lihat, disitu kita bisa melihat perjalanan emosi seorang Desrat, terkadang komposisi itu hadir dengan caranya yang datar, dengan intensitas warna, dan tiba-tiba pula wajah sang kakek juga tak luput dari goresan kuasnya yang hadir pada wajah Syamsudin. Ada berbagai cara seniman untuk melacak, merunut sejarah, namun terkadang cara penelusuran konvensional tidak mampu mengungkapkan cara menggali dengan pendekatan estetik. Karya Desrat ini merupakan suatu praktik alternatif dalam memahami kaitan subjek dengan konteks sejarah, dengan berbagai versi kebenaran, emosi dan kemungkinan-kemungkinan pemahaman.

Karya Taufik mengetengahkan temaFoot Note. Taufik menghadirkan tiga panel dengan ukuran variablemedia pastel di atas kanvas. Bentuk visual dari karya ini menyerupai seutas tali kusut yang pada bagian ujung dan pangkalnya, bertautan dengan sepasang bentuk menyerupai anatomi kaki manusia. Ketidak-teraturan itu berada diposisi bawah, sementara sepasang bentuk kaki manusia tersebut menjulang ke atas. Struktur bentuk karya ini berangkat dari objek tiga dimensi yang Ia buat dengan menggunakan material resin dan fiberglass. Kemudian diproyeksikan kembali pada media dua dimensi. Taufik tertarik pada pada konflik-psikologis, tentang sebarapa jauh masalalu mempengaruhi masa depan yang disebut juga sebagai Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Taufik memiliki kecenderungan untuk menganalisis struktur bentuk. Bentuk baginya menandai memorinya atas trauma. Terkadang bentuk-bentuk ini muncul dengan caranya yang tak terduga, bagi Taufik gejala bentuk memiliki keunikan untuk diurai, diteliti dan dikembangkan menjadi komposisi-komposisi baru.

Sementara pada Wahyu Wiedyardini (Adin), karya-karyanyadiawalinya dari observasinya pada barang-barang bekas industrial, diantaranya besi bangunan, plat besi, dan kawat. Barang – barang tersebut sebagian besar didapatnya dari pasar barang bekas. Adin mengonstruksi karyanya dengan teknik las listrik dan asitelin.Material bekas ini dibangun hingga berbentuk, yang kali ini berbentuk menyerupai Gajah. Dengan cara membaca, dan menganalisa setiap tahap pembentukan karya patung inilah (mulai dari kerangka kepala, kerangka badan, hingga menjadi patung).

Adin mencatat dan memaknai prosesnya dalam karya drawing. Adin perlu kita lihat dari pengalaman ikonografis/logis seseorang dalam ‘kebudayaan timur’, bila disebut demikian. Performatifitas Adin dengan lambang hewan gajah, burung gagak, dengan gerak garis dan segala gestur dan ekspresinya merefleksikan ungkapan yang menimbulkan berbagai spekulasi pertanyaan atas feminitas dan maskulinitas, fantasi barat atas ‘timur’ yang penuh misteri dan menggoda, dan lain sebagainya. Dengan tawaran konteks seperti itu, karya Adin yang ia beri tema ‘My Elephant’ akan memiliki relasinya dengan berbagai narasi menarik tentang sejarah kebudayaan disini.

Sudjud Dartanto, Kurator Pameran

Mari Berbagi