Sangkring Art | Solo Exhibition Meta/Mata by Pupuk Daru Purnomo @ Sangkring Art Space
948
post-template-default,single,single-post,postid-948,single-format-standard,ajax_updown_fade,page_not_loaded,,select-theme-ver-3.4,stockholm-kudaterbang-net,wpb-js-composer js-comp-ver-4.12.1,vc_responsive,elementor-default,elementor-kit-22345

Solo Exhibition Meta/Mata by Pupuk Daru Purnomo @ Sangkring Art Space

Solo Exhibition

Pupuk Daru Purnomo

“Meta/Mata”

Opening : Saturday, October 26 2013  19.30 wib
Exhibition current until : November 8 2013

Curator : Soewarno Wisetrotomo 

Meta/Mata

(Karya-karya Pupuk Daru Purnomo Pascadrama Mata dan Telinga)
Memahami kisah dramatik yang dialami Pupuk Daru Purnomo (dilahirkan di Yogyakarta, 16 Juni 1964, selanjutnya ditulis Pupuk ) ketika berurusan dengan perkara yang menimpa matanya, dan kemudian apa yang terjadi sesudahnya (termasuk gangguan pada telinganya), segera saya menyimpulkannya dengan dua kata; “Meta/Mata”. Pada suatu waktu, matanya terancam tidak berfungsi dengan baik, terkait retina dan katarak. Maka segera ia melakukan ikhtiar-ikhtiar untuk pengobatan, menemui dokter ahli atau spesialis, tak hanya di Indonesia tetapi juga di luar negeri, hingga menggunakan waktu yang sangat melelahkan. Tak terelakkan, aspek psikologisnya terguncang. Menghadapi drama itu semua, saya mendengarkan dan menyaksikan seorang Pupuk melakukan keputusan-keputusan dan cara-cara ‘melawan’ situasi tersebut , dengan sangat menyentuh dan menginspirasi. Jalan kesenian – seni lukis – pada akhirnya yang menyelamatkan situasi dirinya. Terhadap semua yang terjadi, terutama dalam aktivitas berseni rupa, dalam pandangan saya berada pada level “melampaui mata”, berada dalam suatu derajat “meta-mata”.

Saat-saat kritis menghadapi gangguan mata, dapat dikatakan, merupakan sepenggal waktu yang mengguncang dirinya lahir batin. Aktivitas kerja melukis turun drastic, karena tak ada konsentrasi, dan sebagian besar waktunya untuk ikhtiar penyembuhan . Demikian pula saat mengalami gangguan telinga, waktunya juga lebih banyak tersita untuk urusan konsultasi dokter. Kondisi dan suasana batin yang penuh guncangan, juga kesadaran terhadap “keanehan” yang diidapnya (Pupuk mendefinisikan atau tepatnya mengidentifikasikan dirinya dengan menarik, seperti katanya, “keseluruhan penampilan fisik saya, termasuk pakaian yang saya kenakan, sangat normal, dan biasa-biasa saja, tetapi suasana dan kondisi dunia dalam/jiwa saya sangat tidak normal”; sambil membandingkan sebagian besar kawan-kawannya yang “aneh dalam penampilan fisik” tetapi biasa-biasa/normal kondisi dunia dalam/jiwanya).

“Meta/Mata” pada akhirnya merupakan konfirmasi terhadap sepenggal waktu yang dialami dan dilalui Pupuk, tetapi sangat menentukan peta jalan keseniannya. Penjelajahan dilakukan setelah ia mengalami kejadian-kejadian yang tak mudah, dan harus dilaluinya. Karya-karya pascadrama ini lebih ditentukan oleh kemampuannya dalam melewati mata telanjang. Dengan kata lain, karya-karya yang digubah pascadrama, adalah karya-karya yang memiliki ketajaman ‘melampaui mata’ berupa ide-ide, imajinasi, fantasi, harapan, dan afirmasi yang berkelindan dalam diri Pupuk.

Karya-karya Pupuk Daru Purnomo memberikan sugesti yang kompleks pada penonton; kelincahan garis, penguasaan bentuk, ketajaman menangkap karakter, tetapi juga narasi yang berlapis-lapis. Antara keindahan dan kemuraman saling mengisi, saling membalut, juga saling menajamkan.
Terhadap nilai-nilai semacam itu, saya semakin percaya, bahwa berkarya seni tak cukup hanya mengandalkan ketrampilan (teknis) semata, tetapi juga memerlukan ketajaman cara pandang, kecerdasan dalam memahami persoalan, dan kepiawaian menemukan bentuk-bentuk yang dianggap mewakili gagasan-gagasannya. Aspek lain yang tak kalah penting adalah, seberapa berkualitas pengalaman hidup dan kehidupan seorang seniman (perupa), akan menentukan kualitas karya-karya gubahannya. Pupuk, dalam pandangan saya memiliki kelengkapan modal semacam itu, betapapun, sebagian modalnya berupa ujian bagi hidup dan kehidupannya yang tak ringan, juga tak mudah untuk ditanggung. Pupuk lolos dari ujian dan beban itu. Alhasil, ia menunjukkan ketangguhannya sebagai seniman, sebagai perupa, dan lebih dari segalanya adalah sebagai manusia dengan segenap tanggungjawabnya.

(Suwarno Wisetrotomo)

 

Dokumentasi Display

 

Mari Berbagi