Sangkring Art | Super Semar by Yaksa Agus @ Sangkring Art Project
459
post-template-default,single,single-post,postid-459,single-format-standard,ajax_updown_fade,page_not_loaded,,select-theme-ver-3.4,stockholm-kudaterbang-net,wpb-js-composer js-comp-ver-4.12.1,vc_responsive,elementor-default,elementor-kit-22345

Super Semar by Yaksa Agus @ Sangkring Art Project

Pembukaan : Jumat, 18 Maret 2011, Jam 19.00 wib di Sangkring Art Project
Pameran di buka oleh : Bapak Ridwan Mulyosudarmo
Performance : Tauzi’ah Budaya Oleh Nasirun; Goro-goro oleh Jatilan Conthong


SUPER SEMAR
Yaksa Agus.

Bukanlah Super Semar  yang merupakan kepanjangan dari ‘Surat Perintah Sebelas Maret’, yang  45 tahun silam hingga kini tetap menjadi mistri dan kontroversi.

Tetapi Super Semar di sini adalah bagaimana saya mencoba memaknai ‘Rakyat yang Super’. Jadi Super Semar adalah Super Rakyat atau Rakyat yang Super.

Setiap Rakyat pada hakikatnya adalah juga perwira pembela tanah air, karena setiap Rakyat mempunyai kewajiban untuk membela tanah air.

Konon sejarah Super Semar ; surat perintah sebelas maret yang akhirnya mengantar soeharto menjadi Presiden Indonesia . dan bahkan hingga berkuasa selama 32 tahun.

Bahkan Super Semarpun menjadi propaganda selama pemerintahan soeharto, dengan mendirikan yayasan super semar , yang memberikan Beasiwa Super Semar  bagi siswa sekolah menengah dan mahasiswa yang berprestasi. Walaupun  sejarah Super Semar ini sangat kontrofersi , super semar tetaplah telah memberikan  andil besar dengan mengantar para siswa dan mahasiswa yang super dalam menempuh pendidikan.

Bahkan Beasiswa Supersemar tetaplah akan menjadi kebanggaan bagi para penerimanya.

Dan Bea siswa supersemar itupun menghilang setelah lengsernya soeharto di tahun 1998.

Sesungguhnya  jika kita  Soeharto di tahun 1966 adalah seorang rakyat yang super , yang mendadak seolah memberi solusi sebuah perubahan, walaupun lambat laun dari periode ke periode berikutnya Soeharto pun    tergoda oleh naluri primitive  hagemoni kekuasaan. Walaupun sebenarnya naluri primitive itu tumbuh subur selama 32 tahun karena di pupuk oleh lingkungan,kroni, dan jaringan yang mengkondisikan.

Dan hingga di Tahun 1998 munculah Rakyat- rakyat yang Super bagaikan SEMAR yang mampu menggulingkan soeharto dari tahta kepemimpinan. Dan naluri primitive kekuasaan itupun terulang dan terulang lagi hingga saat ini, dan bahkan di rayakan dan di syukuri bersama.

Pada karya-karya lukisan saya  seri super semar yang saya pamerkan di Sangkring Art Project pada 11 maret-11 april 2011 ini adalah  gambaran tentang Rakyat yang Super, yang memiliki kekuatan dan keberanian untuk tampil  memberi kontribusi pada lingkungannya. Dan saya meminjam bentuk visual perangko untuk menterjemahkan  karya –karya saya tersebut.

Kenapa Perangko? Karena perangko adalah salah satu alat penghubung atau alat penghantar  komunikasi  dari kota yang satu ke kota yang lain , serta dari negara yang satu ke negara yang lain. Dan ketika sebuah surat atau benda yang lain akan dikirim via post , tentunya akan ditentukan harganya dengan perangko, yang sekaligus akan masuk dalam ruang deteksi sensor sebelum dikirim ke alamat yang di tuju.

Dan sesungguhnya gambar-gambar visual perangko adalah salah satu dokumentasi visual  sebuah sejarah,budaya,peristiwa hingga kekayaan alam yang di miliki oleh suatu negara.

Perangko pun saat ini nyaris tinggal kenangan, karena komunikasi saat ini sudah di wakili oleh alat-alat yang lebih cepat dan murah dengan munculnya  Handphone dengan vasilitas SMSnya, internet dengan Email hingga Face book.

Bercermin pada falsafah Semar, Semar adalah  gambaran sosok  seorang  Rakyat dalam  pewayangan : seorang Rakyat yang mempunyai keberanian untuk mengungkapkan suara kebenaran , dan berani untuk menyampaikan suara kebenaran di kala para pemimpin telah salah langkah.

Banyak orang yang sering menyuarakan kebenaran, bersikap dan bertingkah seolah-olah jelmaan Sang Semar, mengkritik sikap penguasa dengan kerasnya dan rajin mencari kelemahan sang penguasa.

Mereka bersikap seolah-olah menjadi penyambung lidah Rakyat dan kalimat-kalimat kerakyatan menjadi komoditi bagi dirinya sendiri. Akan tetapi jika telah nyaris ada hasil dari yang diperjuangkan, sering lupa diri dan melupakan apa yang pernah diperjuangkan. Egoisme akan kekuasaan telah membayanginya dan sikap yang bagai Semar pelan-pelan menghilang.

Teriakan yang berdalih Kerakyatan itu hanyalah Slogan kepura-puraan, dan hanya untuk membungkus naluri primitive. Dan naluri primitive yang semula ditertawai akhirnya di nikmati seolah sebagai pahala dari sebuah perjuangan.

Image karya SUPERSEMAR

Mari Berbagi