BEBAS TUGAS (Karya Pilihan Tugas Akhir Seni Murni ISI 2018)
Tugas Awal Sarjana Seni
Beragam karya seni yang dihadirkan pada pameran “Bebas Tugas” merupakan karya Tugas Akhir Mahasiswa Seni Murni ISI Yogyakarta dari berbagai angkatan dan jurusan. Beberapa karya sengaja diseleksi oleh pihak panita pameran lewat kunjungan studio, wawancara dan peninjuan kembali terkait material fisik juga gagasan yang memenuhi prasyarat eksperimen ataupun proyek. Pameran kembali dikemas masih dengan nuansa akademis dan bersifat edukatif. Pameran Tugas Akhir menjadi penting mengingat persiapannya yang panjang, seminimal 3,5 tahun dan selebihnya selama mereka belajar di Kampus. Pameran yang diikuti oleh 12 perupa muda ini juga sebagai upaya apresiasi kerja institusi seni sekaligus tawaran lain untuk menampilkan karya seni kepada publik secara lebih luas.
Gelar sarjana seni bagi kebanyakan seniman mungkin bukan suatu prioritas, tanpa ijazah siapapun bisa jadi seniman. Namun bukan berarti sekolah menjadi tidak penting, proses dan iklim kehidupan kampus itulah yang utama. Di sekolah memungkinkan mereka dapat bertemu dan mengenal teman-teman baru, hadir dalam iklim yang produktif dan kompetitif, sehingga memacu untuk terus kreatif. Lulus atau tidak, bagi para calon seniman dari kampus ISI lebih ke soal pilihan, meski memang ada mitos yang mengatakan “Kalau lulus tidak keren.” Pernyataan itu seperti tidak sedang dirayakan kebanyakan perupa hari ini. Slogan “Drop Out from Art School” yang populer lewat kawan-kawan Steak Daging Kacang Ijo contohnya, bukanlah upaya provokatif untuk tidak lulus, melainkan justru upaya membesarkan hati para jamaah drop out untuk tetap bekerja keras dalam berkarya.
Banyak dari perupa yang terlibat dalam pameran ini telah merintis karir kesenimannya di saat kuliah. Para mahasiswa seni sudah identik dengan kerja, kuliah seni bukan dalam rangka persiapan menuju dunia kerja. Tugas mereka ketika kuliah dan lulus barangkali sama, yaitu membuat karya seni. Aktivitas kreatif yang lebih mudah diapresiasi lingkungan sekitarnya, seringkali membuat mahasiswa jauh lebih sibuk dari dosennya, lebih menerima banyak proyek ketimbang gurunya. Bahkan para seniman masih punya sebutan khusus, tentang “bekerja atau berkarya”, “bekerja untuk dirinya atau orang lain”, “bekerja sekaligus berkarya”… meski kesemuanya masih dalam lingkup aktivitas berkesenian.
Karya seni yang baik adalah karya yang memiliki manfaat, yang dalam pameran ini memiliki nilai guna baik bagi diri si seniman, kampus, galeri, dan masyarakat dengan berbagai cara. Pameran dimaksudkan akan menjadi ruang berbagai bentuk apresiasi. Alhasil, karya tugas akhir mereka sesungguhnya menjadi tugas baru, terutama dalam medan besar seni rupa, berhadapan pada permasalahan yang jauh lebih kompleks dibanding arena kampus. Lulus atau ‘lolos’ nya seorang perupa, bagi saya lebih mengidentifikasi pada jenjang kedewasaan seorang seniman.
Di kampus para mahasiswa datang juga pergi, lulus memang seperti berkehendak menjauhkan siswa dengan sekolah. Membuat jarak jadi romantis, agar seseorang, seniman, dapat memaknai arti pendidikan. Maka sekolah pun selalu hadir, tertera dalam CV, akrab dalam biografi, juga ilmu yang tampil dalam perilaku. Bapak Seni Lukis Modern kita, S. Sudjojono, tak pernah bisa membayangkan dirinya jika ia tak pernah sekolah di Taman Siswa.
Huhum Hambilly
Sleman, 7 Agustus 2018