Sangkring Art | [Exhibition] Sanggar Dewata Indonesia (SDI) “Rethinking”
22178
post-template-default,single,single-post,postid-22178,single-format-standard,ajax_updown_fade,page_not_loaded,,select-theme-ver-3.4,stockholm-kudaterbang-net,wpb-js-composer js-comp-ver-4.12.1,vc_responsive,elementor-default,elementor-kit-22345

[Exhibition] Sanggar Dewata Indonesia (SDI) “Rethinking”

 

Rethinking
Diaspora Kala Patra of SDI

“Semuanya masuk dan tidak ada yang diam,
Anda tidak dapat melangkah dua kali ke sungai yang sama,
Bahkan materi yang paling tenang terdapat aliran serta gerakan yang tidak terlihat.”

Heraclitus (540-475 SM)

 

poster merah

Rethinking Diaspora Kala Patra, bermakna memikirkan kembali; mempertimbangkan ulang proses perjalanan 51 tahun Komunitas seni Sanggar Dewata Indonesia, terkaitan dinamika seni dan produk pengetahuan dengan alur masa transmisi tradisi, batas-batas geografi, persilangan budaya, hingga reinterpretasi dan rekontekstualisasi estetika seni diaspora Bali di Yogyakarta. Perupa SDI, melahirnya kultur baru dalam identitas kesenian diaspora Bali sebagai akibat dialektika ‘nilai-nilai’ budaya Bali dengan atmosfer budaya setempat (medan seni rupa Yogyakarta-nasional-global) sehingga ‘seakan-akan’ menyiratkan model penyembunyian identitas kesenian dan representasi ke-Bali-annya melebur bersama identitas kultural lainnya. Benarkah demikian? Kehadiran medan seni kontemporer mematik ‘memori-ingatan tradisi’ diaspora Bali ke arah dialektika ‘pos-tradisi’ Bali yang bersilang dengan dengan konsep ‘tempat dan kondisi’ dari era kontemporer yang bersangkutan. Kebudayaan hibrid hari ini bergerak ulak-alik ke masa lampau, kini, dan proyeksi masa depan, dengan penyerapan aspek-aspek ‘ideologi-identitas’ hingga membongkar kelaziman transmisi nilai yang biasanya diwariskan dari generasi ke generasi.
Dalam aspek visualitas,  bentangan proses kreatif berpuluhan tahun di tanah Jawa, seniman diaspora Bali di Yogyakarta memunculkan identitas kebudayaan baru, utamanya dalam lelaku berkesenian  dengan tampilan visualitas sederhana/minimalistik (dibandingkan dengan gaya lukisan tradisional dan modern Bali),  paradigmatik konsepsi kontekstual, sensibilitas eksplorasi transmedia dengan hibridasi nilai-nilai budaya lokal (tradisi Bali dan lokalitas Nusantara), modern, dan kontemporer. Hal ini menegaskan bahwa visualitas seni rupa Bali ditangan seniman diaspora Bali di SDI akan terus bertumbuh dan berkembang dinamis, mengubah dan beradaptasi atas konstelasi ruang, waktu, dan situasi tanpa kehilangan makna nilai-nilainya yang hakiki. Tentu tumbuhnya kesenian Bali dilandasi oleh kedalaman pemahaman dan praksis sehari-hari berdasar atas filosofis nilai-nilai agama Hindu-Bali. Nilai-nilai praktis dan normatif kesenian tersebut tentu sudah lama ada dan mengendap dalam kedirian falsafah lokalitas seniman Bali.
Momentum estetika keberagaman visual seniman diaspora SDI sebagai ruang dialektika, rethinking kontekstualitasnya bisa dilacak dalam pajangan karya-karya di sejumlah pameran seni rupa dan arsip katalogus pameran SDI seperti (beberapa diantaranya):  32 Tahun Kebersamaan Sanggar Dewata Indonesia (2003), Termogram: Mengukur Suhu Kreatif SDI (2004), Reinventing Bali (2008), SDI Now (2008), Vibrant Vision of Lempad (2012), Tribute to The Maestro I Nyoman Gunarsa (2017), Partitur (2017), Proud to be an Artist (2018), Samasta (2019), dan yang terkini Rethinking Diaspora Kala Patra of SDI (2022) yang melibatkan 31 seniman SDI di Sangkring Art Space-Yogyakarta. Performa lanskap kreativitas seni seniman SDI yang lebih spesifik tercatat dalam pameran-pameran seni rupa yang aktif diadakan oleh ranting-ranting kolektif SDI dari kelompok-kelompok angkatan mahasiswa seni rupa dan media rekam ISI Yogyakarta maupun pameran tunggal eksponen SDI.
Dinamika rethinking diaspora Bali mempertimbangkan keniscayaan terjadinya medan tafsir hingga rekontekstualisasi ‘the past & today’ tanpa merusak-leburkan atau terlepas seutuhnya benang merah konsepsi filsafat lokal Bali, namun mentransformasikannya ke dalam berbagai kemungkinan artistika di medan seni rupa kontemporer. Sikap kritis memaknai ‘re-thinking’ menjadi tindakan reflektif yang harus terus menerus dilakukan oleh seniman diaspora Bali. Memikirkan ulang, dan menandai pengetahuan atas pengalaman diri/kolektif sosial terhadap respons zaman adalah cara bertahan hidup/survival dan membangun eksistensi berkesenian.  Pergerakan seni seniman diaspora SDI yang konsisten dalam ruang dan waktu yang cukup lama, akhirnya menemukan struktur baru kesenian, yang tercatat dengan sebutan seni rupa kontemporer (Bali). Alhasil, struktur bangunan seni tersebut sudah menjadi ‘newly-established art practice’, menyublim sesuai dengan idiom dan paradigma ideologis zaman terkini. Terlepas dari sebutan yang sangat etnisitas tersebut, kontribusi utama dari visi pergerakan seni komunitas seni rupa SDI adalah membangun identitas multikultural seni yang berpijak pada kedalaman nilai-nilai lokalitas dan konteks zamannya, dalam relasi wacana keberagaman estetika seni rupa kontemporer Indonesia. Diaspora Kala Patra seniman SDI tidak sekedar entitas personal yang berkumpul-berserikat, berproses seni dan bergaul di seberang tanah Bali, tapi mereka meracik formula baru dengan bahan suci spirit warisan leluhur Bali, memperkaya benteng filosofis kultural Bali dengan ragam estetika cipta, rasa, karya sesuai dengan falsafah Desa Kala Patra.
Oleh karena itu, pikiran saya adalah sekiranya menantang untuk membayangkan bagaimana seniman Diaspora Bali (di wilayah manapun dia berada) yang terikat atas “identitas ideologi Bali” aktif ‘memberontak-melompat’ sebagai ruang introspektif geopolitik-ajeg  (tradisional) Bali; berbekal memori-ingatan tradisi, bersenggama dengan realitas produk budaya luar Bali, melahirkan hasrat otensitas seni baru yang diciptakan dengan mendefinisikan ulang inti sari formula filosofis Bali; berpikiran terbuka dan kritis, percaya diri, adaptif, teratur, dan berwawasan keluar; mengembangkan suatu gagasan yang lebih dinamis tentang kesenian mereka hari ini yang menawarkan peluang bagi hibriditas dan dimensi-dimensi transnasional-global sebagai representasi estetika kontemporer seniman diaspora/perantauan Bali.

Selamat menikmati lanskap Rethinking Diaspora Kala Patra of SDI.

 

I Gede Arya Sucitra
Anggota SDI & Dosen Seni Rupa ISI Yogyakarta

Mari Berbagi