Sangkring Art | Solo Exhibition Jumaldi Alfi “Life/Art #101: Never Ending Lesson”
198
post-template-default,single,single-post,postid-198,single-format-standard,ajax_updown_fade,page_not_loaded,,select-theme-ver-3.4,stockholm-kudaterbang-net,wpb-js-composer js-comp-ver-4.12.1,vc_responsive,elementor-default,elementor-kit-22345

Solo Exhibition Jumaldi Alfi “Life/Art #101: Never Ending Lesson”


Pameran ini adalah PREVIEW dari pameran di Valentine Willie Fine Art, Kuala Lumpur

Life/Art #101: Never Ending Lesson

Oleh : Jumaldi Alfi

Pembukaan : 1 September 2010, Jam 19.00

Pameran berlangsung: 1 – 7 September 2010

Pameran di buka oleh : Bpk. Zawawi Imron

Kurator : Enin Supriyatna

Melalui karya-karya terbarunya, Alfi mengajak kita merenungkan kembali pepatah ini: pengalaman adalah guru terbaik, experientia docet. Ia menampilkan pengalaman sebagai kata kerja dalam tindakan si seniman mengenang dan mengingat. Dengan demikian, hidup yang dijalani dan dialami dari masa lalu hingga hari ini, kini muncul kembali secara acak namun beruntun dalam karya-karyanya. Ini adalah “jalinan ingatan” yang dirangkai terus menerus.

Lebih jauh lagi, dalam karya-karya Alfi kali ini kita juga bisa menyaksikan bagaimana Alfi memanfaatkan pengetahuannya akan sejarah seni rupa dunia yang ia jadikan juga bagian dari pengalaman dan proses belajarnya. Kata-kata dan kalimat-kalimat yang ia tampilkan seringkali merupakan pinjaman dari pernyataan dan pemikiran sejumlah seniman yang ia kagumi (dari Joseph Beuys, Martin Kippenberger, Ed Ruscha, sampai lirik lagu Pink Floyd). Sambil meminjam dan menghubungkan kata/kalimat itu dengan pengalaman pribadinya, ia menyempatkan diri untuk “bermain-main” dengan teks-teks itu. Seperti seorang murid yang iseng melihat sisa-sisa tulisan di papan tulis di dalam kelas, Alfi menghapus satu dua huruf atau mengaburkan kata tertentu sehingga terjadi perubahan kata dan kalimat yang kemudian membuat maknanya jadi melenceng dari aslinya.

Sembilan lukisan yang menampilkan papan tulis sebagai subyek utama, satu instalasi—perahu kayu dengan sosok jerangkong diatasnya—serta satu karya video hadir serentak dalam pameran kali ini. Keseluruhannya bisa kita perlakukan sebagai bentuk sajian karya yang utuh menyatu. Tiap karya adalah ruangan-ruangan yang akhirnya membentuk satu rumah, sambil setiap ruang sesungguhnya telah hadir sendiri dengan segala isinya. Di sini, kita bisa melihat bagaimana Alfi dengan sengaja memanfaatkan aspek teatrikal sehingga tersedia cukup udara segar dalam atmosfir ruang pameran yang memungkinkan karya-karyanya untuk bernafas lega bersama para pemirsanya.

Mari Berbagi